Tampilkan postingan dengan label cita-cita dan abu-abu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cita-cita dan abu-abu. Tampilkan semua postingan

2.3.12

Cita-cita dan abu-abu

Hidup itu gak mungkin berjalan mulus mulus aja. Mungkin kelihatannya seperti jalan tol, luruuuss, teruss, muluuuss, eh tiba-tiba ada lobang besar atau kerikil yang agak menghambat perjalanan. Nah, itu juga yang terjadi dalam hidup. Mungkin rasanya lurus, lempeng, biasa aja, tapi sebenarnya, hidup itu bundar. Bukan seperti lagu topi saya bundar, tapi bundar mengitari. Seperti kata pepatah 'Dalam hidup, kadang kita berada di atas dan kadang di bawah.'

Bukan soal hidup, bukan ingin berfilosifi a La filsuf. Namun, sudah beberapa waktu belakangan, hal ini cukup menggelitik hati dan rasa penasaran saya.

Bermula dari kakak teman di kantor yang akan menikah September ini, lalu ada juga teman kantor yang merencanakan akan menikah November tahun ini, berakhir pada Alodita yang ternyata baru saja bertunangan. Saya jadi iri.

Saya tidak kenal Alodita, begitu pula sebaliknya. Tapi saya menyukai virtual personality-nya dan hasil jepretan dia. Bisa dibilang, dia cukup mempengaruhi hidup saya setengah tahun terakhir ini, terutama dalam hal pemikiran dan cara pandang melalui blog-nya.

Yang membuat saya iri adalah.. sebagai seorang perempuan, saya juga memimpikan pernikahan saya yang spesial bersama pasangan untuk sekali seumur hidup. Sudah banyak imipian sejak dulu, bahkan sejak saya belum punya pacar, belum tahu rasanya pacaran, masih ngimpiin gebetan, impian sejenis ini sudah bersliweran di benak. Bahkan sampai terakhir kali kami berbincang mengenai rencana ke jenjang yang lebih mantap lagi. Saya masih ingat perbincangan terakhir kami.

Kini, saat ini, semua terasa abu-abu.

Hidup adalah soal pilihan dan manusia adalah makhluk yang berubah-ubah. Sebentar mau A, sebentar mau B, taunya ambil D sama dapet J. Tidak bisa ditebak. Dan itu berlaku pula pada saya. Pemikiran saya tiba-tiba berubah. Mendadak, perlahan.

Sekitar dua atau tiga hari ini, saya memikirkan soal pendidikan, masa depan, dan cita-cita saya. Saat semua bersliweran jadi satu, rasanya pengen menghela napas sedalam-dalamnya. Penyesalan, rasa senang akan khayalan untuk masa depan, dan cita-cita yang belum tercapai jadi satu. Mereka menyatu bagai, seperti diputar perlahan di fillm-film saat tokoh utamanya tiba-tiba menerawang jauh ke depan.

Kalau mau menilik lebih dalam, sebenarnya saya ini sedang penasaran-penasarannya dengan hal-hal yang ada di sekitar saya. Mungkin pertumbuhan otak saya agak lambat karena jarang mengkonsumsi omega 3. Rasa ini menyeruak perlahan setelah hasil pengamatan yang cukup lama terhadap kehidupan di sekitar saya. Karena setiap hari bertemu dengan banyak orang yang ragam dan jenisnya rupa-rupa, saya jadi ikut belajar secara tidak langsung bahwa hidup itu tidak melulu soal A. Masih ada 25 soal lainnya, atau mungkin lebih dari itu. Dan kalau diminta untuk memilih saat ini, jujur, saya masih ingin, amat sangat ingin belajar. Saya masih ingin kuliah (lagi).

Mungkin memang kita masih muda. Mungkin saya masih terlalu muda. Tapi apa salahnya jika saya menjalani keduanya? Tentu ada kendalanya. Bagaimana bisa bertahan di usia muda dengan berbagai kendala ini? Tidak mungkin mengeluh pada orang tua. Dan begitulah setiap hari, setiap timbul pertanyaan, akan ada jawaban lalu timbul pertanyaan lain hingga disambut jawaban lain, dan seterusnya. Semua masih abu-abu...

Belum ada keputusan akhir dari semua rencana dan khayalan yang kian lama membumbung tinggi. Sejauh ini, jika memang belum saatnya, saya ingin kuliah lagi. Mempelajari sastra. Lebih dalam. Sastra Indonesia adalah pilihan saya. Jika Tuhan mengijinkan, semoga jalan tulus ini dipermudah.

Hidup adalah soal pilihan. Dan kalau ini pilihan terbaik untuk saat ini, apa salahnya mengesampingkan sejenak hal yang masih tampak abu-abu? Toh, hidup tidak melulu mulus dan manis, kadang ada pahit, asam, dan getirnya.

Ini hanya pemikiran saya semata, apa pemikiranmu?