16.5.12

The Songs

  1. More than you'll ever know -MICHAEL RUFF

                                             2. A love that will last - RENEE OLSTEAD

     3. Comfortable - JOHN MAYER

                                  4. Little House - AMANDA SEYFRIED

                          5. Dancin' away with my heart - LADY ANTEBELLUM

                                                               6. Lonely - 2NE1

          7. A thousand years - CHRISTINA PERRI                  

2.3.12

Cita-cita dan abu-abu

Hidup itu gak mungkin berjalan mulus mulus aja. Mungkin kelihatannya seperti jalan tol, luruuuss, teruss, muluuuss, eh tiba-tiba ada lobang besar atau kerikil yang agak menghambat perjalanan. Nah, itu juga yang terjadi dalam hidup. Mungkin rasanya lurus, lempeng, biasa aja, tapi sebenarnya, hidup itu bundar. Bukan seperti lagu topi saya bundar, tapi bundar mengitari. Seperti kata pepatah 'Dalam hidup, kadang kita berada di atas dan kadang di bawah.'

Bukan soal hidup, bukan ingin berfilosifi a La filsuf. Namun, sudah beberapa waktu belakangan, hal ini cukup menggelitik hati dan rasa penasaran saya.

Bermula dari kakak teman di kantor yang akan menikah September ini, lalu ada juga teman kantor yang merencanakan akan menikah November tahun ini, berakhir pada Alodita yang ternyata baru saja bertunangan. Saya jadi iri.

Saya tidak kenal Alodita, begitu pula sebaliknya. Tapi saya menyukai virtual personality-nya dan hasil jepretan dia. Bisa dibilang, dia cukup mempengaruhi hidup saya setengah tahun terakhir ini, terutama dalam hal pemikiran dan cara pandang melalui blog-nya.

Yang membuat saya iri adalah.. sebagai seorang perempuan, saya juga memimpikan pernikahan saya yang spesial bersama pasangan untuk sekali seumur hidup. Sudah banyak imipian sejak dulu, bahkan sejak saya belum punya pacar, belum tahu rasanya pacaran, masih ngimpiin gebetan, impian sejenis ini sudah bersliweran di benak. Bahkan sampai terakhir kali kami berbincang mengenai rencana ke jenjang yang lebih mantap lagi. Saya masih ingat perbincangan terakhir kami.

Kini, saat ini, semua terasa abu-abu.

Hidup adalah soal pilihan dan manusia adalah makhluk yang berubah-ubah. Sebentar mau A, sebentar mau B, taunya ambil D sama dapet J. Tidak bisa ditebak. Dan itu berlaku pula pada saya. Pemikiran saya tiba-tiba berubah. Mendadak, perlahan.

Sekitar dua atau tiga hari ini, saya memikirkan soal pendidikan, masa depan, dan cita-cita saya. Saat semua bersliweran jadi satu, rasanya pengen menghela napas sedalam-dalamnya. Penyesalan, rasa senang akan khayalan untuk masa depan, dan cita-cita yang belum tercapai jadi satu. Mereka menyatu bagai, seperti diputar perlahan di fillm-film saat tokoh utamanya tiba-tiba menerawang jauh ke depan.

Kalau mau menilik lebih dalam, sebenarnya saya ini sedang penasaran-penasarannya dengan hal-hal yang ada di sekitar saya. Mungkin pertumbuhan otak saya agak lambat karena jarang mengkonsumsi omega 3. Rasa ini menyeruak perlahan setelah hasil pengamatan yang cukup lama terhadap kehidupan di sekitar saya. Karena setiap hari bertemu dengan banyak orang yang ragam dan jenisnya rupa-rupa, saya jadi ikut belajar secara tidak langsung bahwa hidup itu tidak melulu soal A. Masih ada 25 soal lainnya, atau mungkin lebih dari itu. Dan kalau diminta untuk memilih saat ini, jujur, saya masih ingin, amat sangat ingin belajar. Saya masih ingin kuliah (lagi).

Mungkin memang kita masih muda. Mungkin saya masih terlalu muda. Tapi apa salahnya jika saya menjalani keduanya? Tentu ada kendalanya. Bagaimana bisa bertahan di usia muda dengan berbagai kendala ini? Tidak mungkin mengeluh pada orang tua. Dan begitulah setiap hari, setiap timbul pertanyaan, akan ada jawaban lalu timbul pertanyaan lain hingga disambut jawaban lain, dan seterusnya. Semua masih abu-abu...

Belum ada keputusan akhir dari semua rencana dan khayalan yang kian lama membumbung tinggi. Sejauh ini, jika memang belum saatnya, saya ingin kuliah lagi. Mempelajari sastra. Lebih dalam. Sastra Indonesia adalah pilihan saya. Jika Tuhan mengijinkan, semoga jalan tulus ini dipermudah.

Hidup adalah soal pilihan. Dan kalau ini pilihan terbaik untuk saat ini, apa salahnya mengesampingkan sejenak hal yang masih tampak abu-abu? Toh, hidup tidak melulu mulus dan manis, kadang ada pahit, asam, dan getirnya.

Ini hanya pemikiran saya semata, apa pemikiranmu?

23.1.12

Heartbreak-Love

Bukan. Bukan saya yang sedang patah hati ataupun putus. Bukan soal patah hati juga yang akan ada disini. Hanya beberapa hal klise tentang hal yang sangkut-menyaut dengan patah hati, putus cinta.

Bukan terinspirasi, bukan juga mau nulis biografi. Tapi kisah sahabat dekat, membuat saya tergugah untuk menulis tentang ini. Beriring John Mayer-Comfortable :)

Hanya ingin menyampaikan bahwa saya bukan orang yang kreatif. Semua kata-kata, apa yang saya hasilkan dimana-mana kebanyakan adalah hasil 'terinspirasi'. Dimanapun, kapanpun, saat apapun itu. Tidak salah dan tidak benar menurut saya. Saya bukan manusia yang bisa menciptakan karya-karya atau apapunlah itu yang original. Tidak juga kamu atau kalian. Hanya Tuhan, Dia-lah yang paling original sejagat raya alam semesta bimasakti dan sekitarnya ini.

Kembali ke persoalan patah hati, putus cinta. Ada banyak hal yang bisa mempengaruhinya. Menurut pengalaman teman-teman yang curhat sejak jaman putih-abu-abu dulu sampai sekarang, tidak pernah ada satu orang yang patah hati hanya karena satu alasan yang itu-itu aja. Tapi kebanyakan putus karena 'beda'. Entah beda prinsip, beda fisik, beda tujuan, sampai beda yang paling mendasar : beda keyakinan.

Saya belum pernah mengalami perbedaan se'dasar' ini. Pacaran pun baru sekali, semoga ini juga yang terakhir kali :) Tapi, bagaimana rasanya bagi mereka yang mengalami ini? Sedih? Tentu. Dengar saja lagu Marcell yang judulnya Peri Cintaku. Klise tapi nyangkut dengan dahsyatnya di hati.

Serba salah. Mungkin masalah selanjutnya yang harus dihadapi. Masing-masing harus bisa 'let it go' dan 'move on'. Keduanya harus dijalani dengan sedikit paksaan. Untuk bisa lepas dari 'rasa' yang masih menggebu-gebu tapi tak sampai, sulit sekali bisa menerapkan kedua itu, bahkan salah satunya. Jauuuhh lebih susah dari merelakan gebetan yang ternyata hanya memberi harapan palsu selama nyaris dua tahun. Oke, kenapa saya jadi curhat? Tapi benar adanya, kejadian itu membuat saya sulit 'let him go' dan 'move on' selama nyaris dua tahun lamanya. Otak, hati, dan pikiran seperti layang-layang yang digambari wajahnya, sementara waktu menjadi tali yang menarik ulur layang-layang sampai akhirnya waktu jugalah yang memutus tali tersebut karena telah usang. Belum 'jadian' saja sudah sulit begitu, apalagi yang sudah jalan bersama?

Tidak usah dibayangkan, tidak usah dipikirkan. Disini tempat untuk menyampah pikiran-pikiran agar tidak busuk dieram di otak lalu jatuh ke hati :p

'Keep in touch'. Salut pada sohib saya dan pasangannya ini. Mereka terlihat cocok sejak saya melihat keduanya berkunjung ke rumah. Pipi keduanya bersemu merah tiap saya goda soal hubungan mereka-yang pada saat itu saya pun belum tahu mereka sudah jadian atau belum. Tapi kejadian dan keputusan bersama mereka ini agak menyayat hati saya juga. Sebagai sahabat dekat dan nyaris senasib, saya bisa merasakan apa yang dirasakan sahabat saya ini. Tapi saya bisa apa? Mendengarkan dan berucap,"Sabar" adalah yang saya bisa sampai sejauh ini. Sedih sekaligus senang bercampur aduk saat mendengar ceritanya. Tapi kembali lagi, saat dia tiba-tiba terdiam setelah cerita panjang lebar, saya bisa apa? Saya tahu yang dia rasakan, pastinya jauh lebih sakit dari yang saya rasakan. Namun, dari semua ceritanya, satu pesan kekasihnya untuk dia. "Kita harus tetap 'keep in touch' ya." Walau kenyataannya pasti sulit untuk mempraktekannya dan memang benar begitu. Mereka harus tetap berhubungan baik tanpa harus terbawa perasaan yang sedang menggebu-gebu. Mungkin rasanya seperti mencoba nyebrang lautan pake perahu tapi kita harus mendayung perahu tersebut jauh dari tepi pantai untuk bisa sampai di bibir pantai.

'Ketidakcocokan satu sama lain' menjadi klise saat perbedaan yang paling mendasar ini berbicara. Buktinya, Indonesia dengan beraneka ragam suku dan budaya yang berbeda satu sama lain tetap bisa hidup bersama dan baik-baik saja. Memang kadang ada gejolak amarah, perbedaan yang tiba-tiba tampak mencolok dan sulit ditengahi, tapi mau apa lagi? Menerimanya dengan lapang dada dan saling memperbaiki diri masing-masing untuk bisa menjadi lebih baik adalah jalan terbaik. Toh, kalau kita buka mata lebar-lebar, Tuhan saja menciptakan mahluk hidup berbeda-beda. Diciptakan berbeda-beda agar lebih berwarna, saling menolong, dan menopang. Seperti tubuh kita yang di dalamnya terdapat organ dan indera yang berbeda-beda fungsi dan letaknya, mereka diciptakan berbeda untuk saling menopang hidup kita, bukan untuk saling merusak ataupun merasa dirinya yang paling benar dan penting.

Kamis yang lalu, untuk pertama kalinya saya mendengar kata 'cinta' terucap langsung dari bibirnya untuk saya. Bukan senang atau bahagia yang saya rasa. Klise yang ada. Telinga ini belum siap mendengar kata itu karena saat hati merasakan dengungannya, ia merasa salah. Ya, cinta adalah anugerah, tapi dua tahun kami bersama, belum cukup bagi saya untuk bisa benar-benar menelaah arti kata cinta yang sebenarnya. Bukan hanya sekedar perasaan. Bukan hanya soal kebiasaan mengucapkan. Bukan hanya sebatas kata penyejuk hati. Masih banyak yang harus diarungi oleh kami untuk bisa memahami kata itu sejujur-jujurnya dan sedalam-dalamnya.

Terakhir, semoga kita selalu diliputi kebahagiaan, syukur, dan cinta di sekeliling dan di dalam diri masing-masing. Kebersamaan akan menumbuhkan kecintaan lalu berbuah keseimbangan yang membawa kebaikan dan kebahagiaan, amiiin :)

Cheers.

27.12.11

Beautiful-silly thing on my thought



Marriage. This word keeps running through my head. Yeah, trust me :P

I ate too much this night. Saya pun ga tau harus dengan cara apa untuk bisa membakar lemak dan menebus dosa-dosa ini. Yang pasti, nyaris seharian ini saya diliputi pikiran seputar pernikahan. Ya, menikah, pernikahan. Tidak ada yang salah dengan itu semua. Yang salah adalah diri saya ini. Oke, mulai ngaco pembahasannya *efek lemak*

Malam ini saya makan sepiring nasi dengan tuna balado, capcay, tahu semua, setengah sendok sambal terasi, dan kerupuk kampung. Beberapa menit kemudian, saya menggoreng empat buah nugget dan sepotong sosis sapi lalu melahapnya dengan beberapa sendok nasi. Tidak hanya itu. Sekitar setengah jam kemudian, bundo pulang membawa satu box kue basah dan camilan dari Monami. Sepotong pastel pun mendarat dengan mulus di lambung. Ternyata masih belum selesai. Dari kantong ajaib bundo, masih ada satu box KFC plus kentang dan saya pun tergoda untuk melahapnya. Baru saja selesai mengunyah kentang, bundo keluar kamar dan berkata,"Nih, lupa, ada brownies sama bolu." Oke, tanpa melihat dan berlama2, saya simpan bolu2 itu di kulkas. Saya pun merasa aman setelahnya.

Bukan soal apa yang saya makan dan apa yang terjadi malam ini yang ingin saya tulis melainkan yang ada di otak saya nyaris seharian ini.

Setelah makan malam, tiba2 cincin di jemari manis saya terjatuh. Cincin-yang-dari-jauh-terlihat-seperti-cincin-emas-putih-tapi-nyatanya-bukan. Ini cincin biasa yang memiliki arti luar biasa. Saya jadi ingat, suatu waktu, saat lagi nunggu bookingan tempat makan bareng orang kantor, cincin saya menarik salah seorang yang termuda diantara mereka, Tyo. Dengan polosnya, Tyo yang duduk di dekat saya sore itu nanya,"Lo udah nikah, Riz?" Matanya menyorot cincin yang melingkar di jari manis tangan kiri saya. Saya tertawa kecil,"Kalau nikah mah, cincinnya di sebelah kanan, Yo." Dia langsung nyaut,"Terus kalo di kiri apa dong? Tunangan?" Belum sempat saya menjawab, mbak2 pelayan dan kawan2nya sudah terlebih dulu datang.

Belum lagi obrolan saya dan Pie2 tadi siang. Ternyata ada satu dan lain hal yang membuat bundo belum bisa melepas saya untuk menikah. Satu alasan yang paling utama, yaitu saya belum dewasa. Dalam konteks ini, dewasa bisa memiliki arti yang luas. Dalam otak saya, definisi dewasa disini berarti saya masih seorang anak sulung yang manja dan terlihat belum bisa mandiri karena sering plonga-plongo sendiri, dimanapun, kapanpun, sedang apapun itu. Dan ya, itulah saya.
Sebuah pertanyaan pun mencuat dari dalam diri ini.

Am I ready for this?

Apakah saya sudah siap menikah? Apakah saya sudah siap menjadi seorang istri dan pendamping hidup seutuhnya? Apakah saya sudah bisa mandiri dan mengurus rumah tangga sendiri tanpa campur tangan orang lain walaupun itu orang tua sendiri? Apakah saya siap punya anak? Apakah saya siap bangun Subuh untuk menyiapkan sarapan bumbu cinta untuk suami? *agak lebay yang terakhir* nyehehehee

Mereka (keluarga saya-bundo, kakek, dan nenek) terlalu khawatir terhadap saya ke depannya. Tapi lama kelamaan kekhawatiran mereka merambah ke dalam diri saya sehingga saya menjadi ikutan khawatir dan tidak fokus. Tapi balik lagi, hidup adalah soal pembelajaran. Untuk tahu kita mampu atau tidak melewati satu fase dalam hidup, bukankah kita harus melewatinya? Menjalaninya dan mengambil segala hal dan pelajaran yang ada di dalammnya?

Dan bukan bermaksud untuk coba-coba atau nekat. Biarpun kelihatannya saya super duper cuek dan abstrak dalam menjalani hidup sendiri, saya punya banyak rencana untuk hidup saya 1 bulan ke depan, 1 tahun ke depan, bahkan 10 tahun ke depan, mungkin :p Biarpun kelihatannya saya nyeleneh dan ga peduli sama hal2 di sekitar, tapi jauh di dalam lubuk hati, saya tidak pernah tidak peduli ataupun penasaran dengan hal-hal yang ada di sekitar saya. Tapi, apakah saya siap dengan semuanya? Maksud saya, siap dengan semua pertentangan yang mungkin ada? Baik dari dalam maupun dari luar.

Siap tidak siap. Ditentang ataupun tidak, saya tetap teguh pada pendirian dan terus berdo'a. Niat baik selalu ada jalannya, insyaAllah, dan saya percaya itu. Asal kamu tetap ada disisiku, honeydut :*

1.12.11

Purnama-Desember

Purnama..
gerangan cinta menabuh sunyi
ijinkan aku memberinya nama
walau hanya sebatas mimpi
Purnama..
bentuk indah memancar sinar
terangi jalan setapak berujung cinta
beriring suara merdu yang berbinar
Purnama..
kokoh tinggi bernaung dalam gelap
tampak sulit digapai dengan jari lima
namun indah menjadi teman dalam senyap
Namanya purnama..
saksi cinta seakan tak kan pernah pudar
pada dua Desember lalu yang purnama..
saat ku mengharap cinta dalam sunyi
bersambut hangatmu dalam hati
yang mungkin tak kan pernah terganti..

Happy anniversary, baby love

BSD, 12 November 2011
20:23

16.11.11

Saat kata tak lagi bisa...

Saat kata tak lagi bisa..
itulah yang aku rasa
memandang pundak bukit tak berundak
ingin bersandar hangat padamu di pundak

Saat kata tak lagi bisa..
cinta tak nyana sejauh ini melangkah
membungkus rasa
dalam wadah beku tak hanya sebongkah

Saat kata tak lagi bisa..
hanya bisa menanti waktu
menginjinkan kita mencairkan bongkahan bersama
berdalih waktu hanya milik kita satu

Saat kata tak lagi bisa..
klise wajah elektronikmu mencipta senyum
walau hanya sedetik saja
berbuah manis dan tak perlu dikulum

Saat kata tak lagi bisa..
mewakili rindu yang ku rasa
merangkai warna-warni kita
menciptamu dalam khayal adalah yang ku bisa

BSD, 17 Nov'11
10:58

PS : Saat kata tak lagi bisa.. aku terdiam menatap layar yang ada, mengharapmu hadir disisiku untuk bisa sekedar berbagi hangat dekapan bersamamu.

10.11.11

Gila karena rindu

Saat kangen dengan pacar, mungkin kita bisa menelepon atau mengunjunginya. Saat kangen dengan teman, kita bisa mengajaknya jalan atau mungkin sekedar makan sembari ngobrol. Saat kangen dengan sosok yang fisiknya-secara-nyata sudah tidak ada, apa yang bisa kita lakukan, saya lakukan?

I miss you, Mom..

Sekitar satu atau dua minggu yang lalu daya tahan tubuh saya sempat menurun drastis. Flu, kelelahan, dan demam menjadi satu. Kerjaan di kantor ga ada yang beres. Hati ga tenang. Hidup rasanya amburadul *lebay*. Tapi yang namanya orang sakit, pasti rasanya selalu ingin ditemenin, ada yang nemenin, atau seenggaknya secara intens selalu memantau kita.

Dari awal pagi pertama sakit, bangun tidur, tengok kanan yang ada lemari baju, tengok kiri ada jendela yang masih tertutup gordyn atau kalau kata orang kita mah, gorden. Celingak celinguk nyari sosok mahluk hidup di sekitar, tapi yang ada cuma kekosongan, kesendirian. Sedih. Pasti. Nangis. Iya. Toh, hampir semua orang tahu kalau saya orang yang cengeng. Jadi nyaris sepagi-an itu cuma meringkuk-sendirian-di kasur. Sampai akhirnya saya tertidur lagi. Entah karena terlalu rindu dengan sosok itu atau memang saya lagi butuh teman, saya berjumpa dengan mama. Seperti biasa, beliau duduk di kursi ruang tamu, memanggil saya, membelai rambut saya lalu mimiknya mengekspresikan kekhawatiran saat menyentuh dahi saya. Beliau tidak pernah berkata-kata setiap hadir dalam mimpi saya, mengunjungi saya. Hanya tersenyum, manis sekali.

I miss you so, Mom...

Seperti dahulu, mama mengajak saya tidur kalau saya sakit atau kalau beliau sedang lelah (karena sakit). Kami bercerita banyak, bedanya, di mimpi beliau tidak pernah berkata-kata, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya. Tapi saya merasa kalau kami sedang bercakap-cakap. Beliau usap rambut saya dengan lembut sementara saya memeluk perutnya sambil memejamkan mata. Ini adalah kebiasaan dan kesukaan saya kalau tidur bareng mama. Rasanya hangat dan nyaman, jauh melebihi nyaman. Kemudian waktu terasa cepat berlalu dan saya harus berangkat kerja. Saya merasa tidak rela, begitupun mama. Lalu dengan isyarat, saya mendengar beliau berkata, layaknya saat dulu saya masih sekolah jika sedang sakit,"Istirahatlah dulu, minta ijin satu hari sampai kamu benar-benar sembuh." Saya meng-iya-kan ajakan mama. Memeluk perutnya kembali. Memejamkan mata sembari menikmati belaiannya. Saya pun terbangun. Dengan suhu tubuh yang masih tinggi, saya mencoba tersadar kalau tadi hanya mimpi. Hanya mimpi.

I miss you so badly, Mom...

I miss you like crazy. Trully, madly, deeply.

23.10.11

i am the girl living my own life

Face the reality, baby.

Teringat obrolan dengan kekasih beberapa waktu yang lalu, tentang kenyataan yang harus beradu dengan harapan, lebih tepatnya khayalan. Saya ingat betul, waktu itu, malam itu sepulang dari nonton, saya tiba-tiba (bahkan mungkin selalu) merasa tidak mau melepaskan pacar pulang ke tempat kosnya. Rasanya selalu ingin sama-sama. Biasanya pacar memanjakan saya, mengucapkan kata-kata manis, atau malah menjanjikan sesuatu agar saya bisa merelakannya pulang ke kos. Tapi malam itu, dengan tegas dia mengatakan,"Cobalah melihat kenyataan. Kita belum bisa sama-sama terus seperti yang kita mau."

Dan, yeah, dia benar. Sepanjang jalan, saya hanya bisa mencerna kata-katanya lalu mencoba memasukkannya pada otak saya. Hasilnya, saya masih belum bisa menjadikan kenyataan patokan hidup saya dalam menjalani sisa umur ini. Saya merasa nyaman dan senang dengan hidup dan khayalan saya selama ini. Kenyataan memang sering mematahkan khayalan, bahkan menghancurkannya, membuangnya bagai sampah. Tapi ya itulah kenyataan. Di satu sisi kita ingin khayalan terwujud, di sisi lain, kenyataan mengatakan,"TIDAK!" Kita harus menghadapinya tapi saya tidak bisa menerimanya. Sampai kapanpun saya ingin khayalan saya terwujud, kapanpun itu.

Mungkin semua orang melihat saya seperti orang yang ingin selalu melarikan diri dari kenyataan. Bersembunyi dari semua. Itulah saya sampai detik ini. Kenyataan kadang atau mungkin selalu menciptakan ketidaknyamanan di dalam diri saya sendiri. Walau nyatanya kenyataan adalah bagian dari hidup, saya harus menjalani keduanya, hidup di dunia nyata dan hidup dalam khayalan untuk jadi nyata, because my life is my own.

Rasanya tidak enak. Seperti kalian tahu, terbangun dari tidur dengan perasaan campur aduk tak menentu atau mungkin terbangun dari tidur dengan perasaan rindu yang memuncak padahal kau harus hadapi bahwa hal/orang/benda yang kau rindukan tidak ada di sekitarmu.

Rasanya tidak enak, seperti terbangun dari tidur dengan rasa rindu tapi yang kau dapati adalah kekosongan di sekitar. Kau sendirian.

11.10.11

Ikhlas dan syukur

Mungkin saya kurang bersyukur atau bahkan tidak bersyukur ..

Tahukah kalian? Sekarang saya sudah bekerja. Yaaa, nyaris satu bulan. Dan entah kenapa ini bukan sebuah kebanggaan. Tapi Alhamdulillah..

Pekerjaan ini istilahnya 'bukan gue banget!'. Dan saya benci sekali dengan marketing. Rasanya tuh pengen teriak-teriak, nangis sambil garuk-garuk tanah di minggu pertama kerja, sampai sekarang bahkan. Setiap pagi rasanya malaaaaaaaaaaaaaass na'ujubillah deh. Mandi malas, berangkat malas, ga ada hasrat sama sekali. Selalu ingin berada di rumah aja, tapi lama kelamaan saya merasa jiwa pemalas ini sudah mendarah daging ga jelas. Harusnya saya bersyukur sudah dapat pekerjaan. Setidaknya untuk saat ini, sampai waktu yang ditentukan, bisa sedikit membanggakan orang tua walau mereka kelihatannya kurang gimanaaa gitu dengan pekerjaan yang saya ambil ini. Lah wong pas nerima aja sebenernya agak setengah hati lalu menyesal kemudian. Ngek!

Sekarang saya cuma selalu berharap bisa bertahan untuk tiga bulan ke depan. Berharap semua berjalan lancar dan saya mendapatkan yang terbaik, bahkan kalau bisa lebih baik.

Sulitnya belajar ikhlas makin terasa di usia yang semakin tua ini. Semakin tua semakin banyak masalah, semakin besar tanggung jawab, semakin resah tsaaaaaaaaahh elah -_-"

Manusia emang bener-bener yaa, jadi pengangguran salaaah, dapet kerjaan juga salah. Terus maunya saya ini apa toh??? Kalau Tuhan seperti manusia, mungkin saya sudah dipites seperti manusia mencet jerawat. Tapi Tuhan memang Maha Baik, Maha Tahu apa yang terbaik bagi umatnya, dan mungkin ini yang terbaik untuk saya saat ini.

Bukan ga bersyukur udah dapet kerjaan, udah bisa belajar hidup mandiri, tapi eh tapi (manusia selalu hidup dengan budaya 'tapi').. rasanya tuh pengen teriaaaaaaaaaaaaaaak setiap pagi. Pengen nangis. Pengen curhat. Pengen maiiiiiiiiiin :(((((((((

Setelah ngobrol sama teman baru yang sama-sama baru di tempat kerja, akhirnya saya sadar, mungkin ini masih proses adaptasi. Tapi masa udah mau satu bulan masih adaptasi? Teman baru ini anaknya ceria dan selalu berpikiran positif. Tapi di minggu kedua kerja, saya seperti menangkap aura yang sama dengan aura yang saya rasakan sampai detik ini. Dia merasa semakin tidak betah. Apa ini syndrome umum yang dialami oleh fresh graduate seperti kami? Tapi senior yang juga baru masuk bareng saya juga bilang kalau dia ga betah, dan konyolnya, kami bertiga berharap dipecat setelah tiga bulan masa percobaan ini.

My dream job? Saya masih terus mencari. Mencari, mencari, dan mencari sambil menjalani yang ada ini.

Cita-cita? Ah, lupakanlah. Semakin dewasa, semakin saya sadar bahwa cita-cita hanyalah angan-angan kalau daya, usaha, dan upaya tidak maksimal. Belajar hidup realistis memang sulit, tapi saya tidak akan pernah berhenti untuk bisa menjadi seorang *ehem* penulis :D

Bahkan entah sudah berapa kali saya melamar ke Kompas sejak selesai sidang bulan Februari lalu. 10 kali? Sepertinya. Dan entah ada magnet apa sampai saya begitu tertariknya ingin bisa mencicipi bekerja disana.

Seperti pagi-pagi biasanya di hari Senin-Jum'at di minggu-minggu sebelumnya, rasanya ingin guling-gulingan di kasur ga mau masuk kerja. Kok kayaknya kekanak-kanakan yaa. Ga dewasa gimana gitu. Ga bertanggung jawab. Saya benci sisi diri saya yang satu ini, tapi saya juga ga bisa menyalahkannya karena memang semua masih dalam proses adaptasi. Tapi.. (again and again) bolehkah saya pinjam bahu anda, atau anda, atau kamu untuk menangis, untuk minta dipeluk, ditenangkan sampai terlelap. Arrgh! Ga jelas banget sumpah. Pengen nangis huaaaaaaaaaaaaaaa!

Rasanya kangen banget sama kuliah. Kangen suasana kampus waktu istirahat dan kuliah. Kangen suasana sekitar kampus. Kangen pacaran di kelas. Kangen temen-temen. Kangeeeeeeeeeeen :((

Andai masih bisa seperti dulu. Kayak jaman SD, kalau lagi males sekolah, saya akan akting (acting maksudnya :P) sakit dan itu butuh lima belas menit untuk meyakinkan mama atau papa kalau saya benar-benar malas. Setelah antar jemput datang dan mama menitipkan surat tidak masuk, saya akan tersenyum senang lalu istirahat di depan tv sambil tiduran dan ngobrol sama mama. Tuh kan, jadi mewek lagi -_-"

Masa-masa sekolah, masa-masa kuliah adalah masa yang paling endang bambang kalau saya bilang, atau mungkin kalian semua setuju? Rasanya bebas, lepas, ga terikat ini-itu dalam kehidupan sehari-hari.

Mungkin memang benar, saya masih belum bisa ikhlas dan bersyukur atas apa yang saya dapat saat ini. Itulah kenapa, sampai detik ini saya masih belum bisa merasakan sisi bahagia dari hidup saya saat ini, pekerjaan ini.

Thank you, Allah. I love you ♥