Sore kemarin saya cuma lagi makan nasi uduk tenda masih di sekitar BSD. Dulu saya pernah mengamuk pada adik saya di tempat nasi uduk ini gara-gara si ibu penjualnya lupa menggoreng pesanan si adik dan malah diduluin 4 orang yang baru dateng. Tapi kemarin sore, karena sang pacar lapar, kita makan disini, katanya enak, saya jadi penasaran. Lagian yang jualan bukan ibu-ibunya tapi suaminya sama 3 orang laki-laki kok :p Pas pertama mengunyah nasinya, mata saya langsung menerawang ke jalanan luas di hadapan, memori saya langsung memutar bagian kecil masa indah di Palembang, masa-masa papa dan mama sering mengajak kami mampir makan nasi uduk di dekat toko roti Baker, di samping atm bank Bali yang lambangnya sidik jari berwarna merah memakai topi dan punya tangan-kaki.
Malamnya, ternyata kangen itu makin menjadi. Sehabis solat Isya, semua malah bergumul menjadi satu kenangan yang rasanya bener-bener mau meledak. Maklum, sudah lama juga saya rasanya ingiiiin sekali ke Palembang, beberapa tahun setelah mama kembali padaNya. Memori itu berubah menjadi puzzle yang saya coba satukan. Mulai dari nasi uduk dekat Bank Bali, toko gorengan sosis solo di depan Baker, toko roti Baker yang merangkap toko buah yang dulu anggurnya sering saya minta 1-4 biji hehehee-toko roti yang roti coklatnya paling enak sePalembang, rumah makan Sri Solo yang nasi gorengnya berwarna pink-nya menjadi langganan saya setiap berkunjung, tempat makan nasi goreng dan bubur ayam yang enak di seberang Hero, bakmu Buncit di dekat Hero yang dulu pernah beberapa kali kami kunjungi jam 8 pagi sepulang dari menjemput teman papa di Bandara dan saya masih ingat rasa mie ayamnya pagi itu juga penampilannya yang disajikan pada piring ceper yang besar. Belum selesai, saya dan adik makin asyik mengenang masa kecil kami yang tak bisa terganti di Palembang, kota tumbuh-kembang kami, kota sejuta kenangan dengan mama. Kami melanjutkan dengan mengenang nasi goreng Bang Jaja yang kata papa, terakhir beliau ke Palembang sekitar 3-4 tahun lalu masih berjualan di depan RS Charitas, yang dulu setiap malam, sebelum papa-mama pergi ke pengajian pasti mengajak kami membeli nasi goreng bang Jaja dulu dan makan di mobil. Lalu cerita berlanjut pada kisah-kisah tolol si adik bersama sohib kecilnya, Nia, anak depan rumah yang saya-sendiri-juga-ngga-tahu-kenapa-dulu-benci-banget-sama-dia. Alasannya satu, jorok. Dan saya ngga mau adik saya ikutan jorok. Tapi kata om saya yang baru saja pindah dari Palembang ke Jakarta, Nia sekarang sudah berubah, tinggi, cantik, dan jago tennis. WOW! I have to see her :P
Bentuk bangunannya masih sama :') Jadi makin ngga sabar pengen ke Palembang lagi. Oh iya, belum selesai lhoo cerita kuliner kenangannya. Masih ada French, tempat saya biasa makan mie ayam dan pempek kalau lagi jalan-jalan ke JM. Dulu JM ini salah satu tempat OK buat jalan-jalan keluarga, kalau sekarang kan kabarnya udah ada PIM a.k.a Palembang Indah Mall dan lain-lain. Tapi yang saya ingat cuma Hero, JM, dan IP alias International Plaza :D Di French selain mie ayam dan pempeknya enak, mama biasanya beli kue yang bentuknya mirip dorayaki dan rasanya macam-macam juga enaaaaaaaak! Belum lagi saya tiba-tiba ingat mbak pelayan di Sri Solo yang hapal pesanan saya jika berkunjung. Dulu sebelum saya pindah ke Jakarta, mbak itu pindah kerja ke cabang Sri Solo di dekat JM dan French, saking akrabnya sama kakek saya dan mama, kami sampe rela mampir kesana cuma buat ketemu mbaknya sama makan juga sih hehee.
Taraaa, inilah IP :)
Dan barusan saya ingat Cafe Ipoek-Tea' punya keluarga-pacar-teman papa dulu, saya lupa penulisan namanya bagaimana, maaf jika salah ya :D Letaknya di daerah perumahan besar dan agak tua di daerah Palembang, kalau mau kesana harus memutar dulu di putaran taman pusat perumahan itu, lokasinya bagus, dan tiap saya berkunjung, om yang melayani juga sudah hapal kalau pesanan saya pasti nasi goreng selimut sama jus melon hehee, makanan saya ngga jauh dari nasi goreng soalnya kata mama dulu waktu hamil saya ngidamnya nasi goreng, mie, dan sate, pokoknya jajanan sejenis itu makanya mungkin saya jadi cinta mati sama nasi goreng, menu paling aman di tempat makan dan lumayan terjangkau harganya. saya juga ingat sekali rumah di samping pom bensin yang saya suka desainnya walau ngga mewah dan bertingkat, tapi halaman depannya cukup luas dan bentul garasinya panjang juga unik :) Pintu utamanya saja bukan di depan tapi di samping rumah, saya masih ingat rumah itu. Biasanya dulu saya dan keluarga suka menunggu angutan kota Sejahtera-sejenis angkot dengan mobil besar di depan rumah itu sepulang jalan-jalan.
Semua kenangan di atas barusan belum ada apa-apanya. Hidup enam tahun lebih di Palembang sejak usia saya lima tahun benar-benar membawa dampak besar bagi kehidupan saya sekarang. Selain itu, kenangan bersama mama benar-benar melekat jelas. Rumah kami di komplek Pusri Sako, bahkan saya masih hapal nomor telepon dan alamat jelasnya bahkan pemilik rumah yang kami kontrak dulu.
Cerita mengenang masa kecil itu saya tutup dengan memutar lagu A Song for Mama dari Boys II Men. Bukan hanya saya yang merindukan mama, adik saya pun begitu, terlihat dari isakannya semalam yang tak sengaja saya dengar. Semoga saya masih sempat untuk napak tilas kesana...
Mama.. Mama.. you know I love you..
Mama.. Mama, you're the queen of my heart
Your love is like tears from the star
Mama, I just want you to know..
Lovin' you is like food to my soul..