Saat kata tak lagi bisa..
itulah yang aku rasa
memandang pundak bukit tak berundak
ingin bersandar hangat padamu di pundak
Saat kata tak lagi bisa..
cinta tak nyana sejauh ini melangkah
membungkus rasa
dalam wadah beku tak hanya sebongkah
Saat kata tak lagi bisa..
hanya bisa menanti waktu
menginjinkan kita mencairkan bongkahan bersama
berdalih waktu hanya milik kita satu
Saat kata tak lagi bisa..
klise wajah elektronikmu mencipta senyum
walau hanya sedetik saja
berbuah manis dan tak perlu dikulum
Saat kata tak lagi bisa..
mewakili rindu yang ku rasa
merangkai warna-warni kita
menciptamu dalam khayal adalah yang ku bisa
BSD, 17 Nov'11
10:58
PS : Saat kata tak lagi bisa.. aku terdiam menatap layar yang ada, mengharapmu hadir disisiku untuk bisa sekedar berbagi hangat dekapan bersamamu.
16.11.11
10.11.11
Gila karena rindu
Saat kangen dengan pacar, mungkin kita bisa menelepon atau mengunjunginya. Saat kangen dengan teman, kita bisa mengajaknya jalan atau mungkin sekedar makan sembari ngobrol. Saat kangen dengan sosok yang fisiknya-secara-nyata sudah tidak ada, apa yang bisa kita lakukan, saya lakukan?
I miss you, Mom..
Sekitar satu atau dua minggu yang lalu daya tahan tubuh saya sempat menurun drastis. Flu, kelelahan, dan demam menjadi satu. Kerjaan di kantor ga ada yang beres. Hati ga tenang. Hidup rasanya amburadul *lebay*. Tapi yang namanya orang sakit, pasti rasanya selalu ingin ditemenin, ada yang nemenin, atau seenggaknya secara intens selalu memantau kita.
Dari awal pagi pertama sakit, bangun tidur, tengok kanan yang ada lemari baju, tengok kiri ada jendela yang masih tertutup gordyn atau kalau kata orang kita mah, gorden. Celingak celinguk nyari sosok mahluk hidup di sekitar, tapi yang ada cuma kekosongan, kesendirian. Sedih. Pasti. Nangis. Iya. Toh, hampir semua orang tahu kalau saya orang yang cengeng. Jadi nyaris sepagi-an itu cuma meringkuk-sendirian-di kasur. Sampai akhirnya saya tertidur lagi. Entah karena terlalu rindu dengan sosok itu atau memang saya lagi butuh teman, saya berjumpa dengan mama. Seperti biasa, beliau duduk di kursi ruang tamu, memanggil saya, membelai rambut saya lalu mimiknya mengekspresikan kekhawatiran saat menyentuh dahi saya. Beliau tidak pernah berkata-kata setiap hadir dalam mimpi saya, mengunjungi saya. Hanya tersenyum, manis sekali.
I miss you so, Mom...
Seperti dahulu, mama mengajak saya tidur kalau saya sakit atau kalau beliau sedang lelah (karena sakit). Kami bercerita banyak, bedanya, di mimpi beliau tidak pernah berkata-kata, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya. Tapi saya merasa kalau kami sedang bercakap-cakap. Beliau usap rambut saya dengan lembut sementara saya memeluk perutnya sambil memejamkan mata. Ini adalah kebiasaan dan kesukaan saya kalau tidur bareng mama. Rasanya hangat dan nyaman, jauh melebihi nyaman. Kemudian waktu terasa cepat berlalu dan saya harus berangkat kerja. Saya merasa tidak rela, begitupun mama. Lalu dengan isyarat, saya mendengar beliau berkata, layaknya saat dulu saya masih sekolah jika sedang sakit,"Istirahatlah dulu, minta ijin satu hari sampai kamu benar-benar sembuh." Saya meng-iya-kan ajakan mama. Memeluk perutnya kembali. Memejamkan mata sembari menikmati belaiannya. Saya pun terbangun. Dengan suhu tubuh yang masih tinggi, saya mencoba tersadar kalau tadi hanya mimpi. Hanya mimpi.
I miss you so badly, Mom...
I miss you like crazy. Trully, madly, deeply.
I miss you, Mom..
Sekitar satu atau dua minggu yang lalu daya tahan tubuh saya sempat menurun drastis. Flu, kelelahan, dan demam menjadi satu. Kerjaan di kantor ga ada yang beres. Hati ga tenang. Hidup rasanya amburadul *lebay*. Tapi yang namanya orang sakit, pasti rasanya selalu ingin ditemenin, ada yang nemenin, atau seenggaknya secara intens selalu memantau kita.
Dari awal pagi pertama sakit, bangun tidur, tengok kanan yang ada lemari baju, tengok kiri ada jendela yang masih tertutup gordyn atau kalau kata orang kita mah, gorden. Celingak celinguk nyari sosok mahluk hidup di sekitar, tapi yang ada cuma kekosongan, kesendirian. Sedih. Pasti. Nangis. Iya. Toh, hampir semua orang tahu kalau saya orang yang cengeng. Jadi nyaris sepagi-an itu cuma meringkuk-sendirian-di kasur. Sampai akhirnya saya tertidur lagi. Entah karena terlalu rindu dengan sosok itu atau memang saya lagi butuh teman, saya berjumpa dengan mama. Seperti biasa, beliau duduk di kursi ruang tamu, memanggil saya, membelai rambut saya lalu mimiknya mengekspresikan kekhawatiran saat menyentuh dahi saya. Beliau tidak pernah berkata-kata setiap hadir dalam mimpi saya, mengunjungi saya. Hanya tersenyum, manis sekali.
I miss you so, Mom...
Seperti dahulu, mama mengajak saya tidur kalau saya sakit atau kalau beliau sedang lelah (karena sakit). Kami bercerita banyak, bedanya, di mimpi beliau tidak pernah berkata-kata, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya. Tapi saya merasa kalau kami sedang bercakap-cakap. Beliau usap rambut saya dengan lembut sementara saya memeluk perutnya sambil memejamkan mata. Ini adalah kebiasaan dan kesukaan saya kalau tidur bareng mama. Rasanya hangat dan nyaman, jauh melebihi nyaman. Kemudian waktu terasa cepat berlalu dan saya harus berangkat kerja. Saya merasa tidak rela, begitupun mama. Lalu dengan isyarat, saya mendengar beliau berkata, layaknya saat dulu saya masih sekolah jika sedang sakit,"Istirahatlah dulu, minta ijin satu hari sampai kamu benar-benar sembuh." Saya meng-iya-kan ajakan mama. Memeluk perutnya kembali. Memejamkan mata sembari menikmati belaiannya. Saya pun terbangun. Dengan suhu tubuh yang masih tinggi, saya mencoba tersadar kalau tadi hanya mimpi. Hanya mimpi.
I miss you so badly, Mom...
I miss you like crazy. Trully, madly, deeply.
Langganan:
Postingan (Atom)