I have become a housewife and there is no better job - Celine Dion
Sudah genap sebulan saya resign dari pekerjaan yang sudah digeluti selama kurang lebih 3 tahun terakhir. Seperti yang saya sampaikan pada postingan sebelumnya, ini bukan keputusan yang mudah. Terlebih ini merupakan pekerjaan pertama saya sejak lulus kuliah. Ini juga bukan keputusan mudah karena saya harus merubah semua pola pikir dan pola hidup saya setelah resign. Dan.. here i am :)
Menjadi istri rumah tangga (IRT) bukan juga hal yang mudah. Saat masih bekerja kantoran, saya terbiasa bangun siang dan pulang malam. Suami selalu bangun lebih pagi dari saya dan kadang sampai di rumah lebih dulu daripada saya. Padahal, kantornya berada di Cawang sementara kantor saya berada di BSD, lebih dekat. Namun, tidak dipungkiri, pekerjaan saya yang menuntut untuk multitasking dan kadang naik turun tangga membuat saya lelah. Hal ini sudah menjadi pembahasan dan sempat beberapa kali menjadi topik pertengkaran antara saya dan suami. Iya, mana ada suami bangun lebih dulu daripada istri lalu membuatkan sarapan dan sampai di rumah sebelum istri pulang dan harus beli makan malam juga untuk berdua. Bukannya saya ngga mikir, dari awal menikah saya sudah pikirkan ini, dan suami mendukung saya tetap bekerja asalkan tahu porsinya dan tetap bertanggung jawab sebagai istri. Buktinya, saya malah.. ya gitu deh..
Semenjak saya resign, begitu banyak perubahan terjadi dalam kehidupan saya dalam berumah tangga dan juga di dalam diri saya sendiri tentunya. Kini, setiap pagi saya selalu bangun untuk membuatkan madu hangat untuk suami sebelum berangkat kerja. Kadang saya juga buatkan bekal kalau kami tidak bangun kesiangan. Suami pun selalu berangkat kerja dengan senyum, pulang kerja pun selalu tersenyum selelah apapun dia hari itu. Katanya,"Senang deh, pulang kerja udah ada istri di rumah yang nungguin."
Perubahan dalam diri sendiri juga berangsur membaik. Saya lebih sering bangun pagi. Kadang setelah suami berangkat kerja, saya baru tidur lagi (jika malam kurang tidur atau sulit tidur), atau mungkin yoga di rumah, cardio plus pilates, kadang menulis, membaca buku, mengupdate social media, update berita nasional, membersihkan rumah, dan masih banyak lagi. Oh iya, walaupun resign, saya masih tetap yoga di kantor bersama teman-teman setiap Rabu malam :) I am blessed. Thank you, Allah SWT.
Saya juga merasa kalau semenjak resign, saya menjadi lebih terbuka wawasannya. Selain melalui buku atau novel yang masih dalam proses 'dihabiskan', saya jadi lebih sering dan intens menonton berita di stasiun tv dan melalui browsing. Jadi, kalau dulu papa saya suka ngeledekin saya ngga peka sama berita nasional atau internasional atau tentang beliau dan kantornya, kini saya kadang lebih dulu update dibanding adik atau mungkin papa saya sendiri hehehe. Saya juga jadi lebih sering nonton tv, ini bagian buruknya. Tapi kini saya berusaha membatasinya. Mulai bulan ini saya akan belajar lebih disiplin lagi membagi waktu di rumah. Pagi akan lebih saya fokuskan untuk membersihkan rumah, santai saat makan siang (masak atau beli di warteg dekat rumah tidak masalah), lalu menulis dan membaca buku sebanyak-banyaknya saat waktu senggang.
Setelah resign, saya memang jadi tidak sering bertemu teman-teman, terutama teman kantor. Tapi itu membuat saya menjadi lebih menghargai komunikasi. Baik itu bertemu secara langsung setiap Rabu ataupun melalui social media. Dan saya jadi makin terbuka pandangannya, mana yang memang teman, mana yang palsu, mana yang hanya pura-pura. Iya, semua jadi makin terlihat jelas.
Menjadi istri rumah tangga juga kadang galau pada masalah keuangan. Saya sekarang menjadi lebih sensitif dalam mengeluarkan uang dan peka terhadap harga barang. Ini adalah salah satu perubahan baik yang saya rasakan. Setiap belanja bulanan, saya buat pembukuan yang lebih rapi lagi dan saya bisa lihat perbandingan harga antara satu supermarket dengan yang lainnya. Untuk soal jajan juga, apalagi kan saya sekarang benar-benar menjadi tanggungan suami. Tapi, Alhamdulillah, rejeki memang sudah diatur olehNya. Justru setelah saya resign, saya selalu merasa cukup, bahkan kadang ada tabungan lebih dari uang bulanan dari suami dan uang jajan saya. Padahal, dulu saat saya bekerja, rasanya selaluuuuuu saja kurang. Padahal gaji saya tidak diutik-utik untuk keperluan rumah tangga tapi menabung itu rasanya sulit sekali. Memang benar, syukur adalah kuncinya. Mau sekaya apapun manusia kalau tidak pandai bersyukur, dia pasti akan selalu merasa kekurangan. Karena dia hanya fokus pada apa yang tidak dimilikinya, bukan pada apa yang dimilikinya.
WOW! Keren ya bahasa saya hahahahahahhaa
Well, menjadi istri rumah tangga bukan berarti juga hanya beres-beres rumah, memasak dan mengurus suami. Saya masih menyelinginya dengan menulis, mengejar cita-cita menjadi penulis. Semoga bisa terwujud, amiinn..
Jadi, untuk kamu-kamu yang mungkin senasib atau hampir mirip lika-likunya dengan saya, jangan takut untuk berubah dan membuat keputusan. Kalau ragu terus menhampiri, berdo'a dan coba pejamkan mata, pikirkan semua yang ada di sekitar, mana yang lebih penting dan mana yang hanya kebutuhan sekunder. InsyaAllah, kamu akan menemukan jalanmu. Apapun itu keputusanmu, jangan pernah lupa untuk bersyukur dan tetap menyayangi suami, karena dia kini istilahnya 'atasan'mu. Bukan boss di kantor ataupun Manager yang galak atau Direktur yang menggajimu. Ridho dan bahagia suami adalah kelapangan hati dan jalan untuk istri dalam mengejar Surga.
Once you make a decision, the universe conspires to make it happen. - Ralph Waldo Emerson.