tahun baru...hari yang ditunggu2 dan mungkin juga tidak. Banyak cara untuk bisa merayakanya, pesta pora, sekedar jalan2 bersama teman2, atau mungkin berkumpul dengan keluarga di rumah. Ada yang menanti2 detik terakhir tahun ini dan rela bergadang hanya untuk bisa menyambut tahun depan dan bersorak-sorai. Awalnya saya juga begitu. Rencana sudah matang, saya akan menghabiskan waktu dengan bakar jagung di belakang rumah bersama adik dan seorang sahabat. Tapi semua berantakan! Kacau hanya karena hal sepele. Dan dari hal sepele yang berakibat kejengkelan ini, tiba2 tahun 2009 flashback di otak saya saat makan malam barusan. Yeah, makan malam di jam 9.30 malam. Melanggar aturan makan yang baik dan sehat. Yahh, tapi gimana lagi, salah satu cara untuk bisa melampiaskan rasa jengkel saya adalah dengan makan, mungkin bisa membuat saya sedikit merasa tenang, mungkin.
Flashback tahun 2009 menyeret saya kembali ke tahun2 sebelumnya hingga saya terdampar di tahun 2005. Awalnya saya hanya merenungkan semua hal yang telah terjadi dalam hidup saya di tahun ini. Ternyata tahun ini belum banyak tujuan yang sudah saya capai, atau malah belum ada, satupun. Dan untuk semua yang sudah terjadi dalam hidup saya di tahun ini, saya merasa masih amat sangat lemah. Dari semua itu, satu yang amat sangat nyata di dalam benak saya. Emosi. Saya belum bisa mengendalikan emosi. Banyak sekali kejadian di tahun ini yang sebenarnya mungkin berawal dari hal kecil, sepele, tapi entah kenapa emosi saya amat mudah terpancing hingga semua menjadi besar dan berantakan. Seperti malam ini contohnya dan malam2 yang lain sepanjang tahun ini.
Saya jadi teringat kejadian tadi pagi di dalam kereta menuju Palmerah. Saat baru menginjakkan kaki ke dalam kereta di gerbong dua, seseorang menyapa saya dengan lembut,"Assalammualaikum." Ternyata teman lama keluarga yang juga tetangga. Beliau banyak bercerita dan bertanya tentang kehidupan keluarga saya sekarang dan makin lama..pembicaraan makin terarah ke masa lalu saya di tahun 2005. Oohhh, i hate this part! Tapi kalau ga begini, saya ga tau lagi gimana cara meluapkan muak yang berkecamuk malam ini.
Okee,, tarik napas yang panjang dan hembuskan perlahan lewat mulut. Awalnya beliau hanya bertanya2 soal papa, adik, dan sosok baru di rumah. Tapi makin lama, beliau merembet, membahas perubahan yang ia lihat dari keluarga saya, perubahan papa terutama. Beliau berpendapat kalau ia merasa keluarga saya terlihat lebih 'baik' saat mama masih ada wujudnya di dunia. Yeahh, saya bisa terima itu, memang begitu adanya. Obrolan berjalan lancar, makin lama saya makin kehabisan orbolan walau tidak begitu dengan beliau, dan akhirnya, saya terdiam. Kenapa? Obrolan ini membuat saya menoleh kembali ke masa lalu, menilik lebih dalam ke diri ini dan kehidupan yang sudah dijalaninya.
Entah ini hanya pandangan saya yang memang masih 'agak' belum bisa menerima takdir, tapi saya sependapat dengan tetangga saya itu. Beliau banyak bercerita tentang semua kebaikan yang ada jaman dulu. Salah memang. Tidak seharusnya saya begini terus. Dosa. Dosa besar mungkin karena sudah memungkiri takdirNya. Semua masih serasa mimpi di penghujung tahun dan kabar buruk di awal tahun. Sejak itu, saya seperti kehilangan semuanya. Perubahan drastis itu sudah sering disiapkan mama untuk bisa saya hadapi dengan tangguh tapi nyatanya, saya hanya bisa berjanji dan berbohong. Perubahan itu membuat saya berakting menjadi orang lain, bahkan sampai detik ini, mungkin. Mungkin ada yang menyadarinya, ada juga yang tidak. Herannya sosok baru di rumah ini bisa saja menyadarinya. Entah darimana, yang pasti kami jarang mengobrol, tidak hanya dengannya saja, dengan semua anggota keluarga memang begitu kalau tidak ada yang penting karena suara 'mahal' ini. Sosok baru itu baru2 ini bertanya pada papa saya. Ia menanyakan sesuatu yang tidak saya duga, amat jauh dari dugaan. Pertanyaannya itu seperti sebuah rasa prihatin juga perhatian. Agak terharu tapi sayangnya, jawaban papa saya salah. Saya memang tidak ada di tempat saat itu, adiklah yang menceritakannya pada saya. Dan ternyata, papa saya, yang adalah ayah kandung saya, tidak begitu memahami saya. Jawaban beliau waktu itu membuka mata saya kalau orang terdekat saja, yang darahnya mengalir dalam darah saya saja tidak memahami anaknya dengan baik.
Oke, bicara saya mulai ngawur. Maaf. Kembali ke 'penglihatan' ke masa lalu. Saya seperti baru menyadari atau mungkin malah selama ini berpura2 tidak sadar kalau semua perasaan dan kecamuk ini adalah klimaks dari kehilangan itu. diawali dengan berlakon menjadi orang lain yang kemudian merasa nyaman karena dengan begitu saya bisa meyakinkan dunia dan diri ini kalau semua baik2 saja. Nyatanya, tidak sama sekali. Semua seperti saya benam dalam2 dan akhirnya malam ini saya tersadar kalau selama ini saya hanya berpura2 tangguh. Saya kehilangan petunjuk. Tersesat dalam diri saya sendiri. Jenuh karena semua pikiran. Hilang arah. Dua kata itu cukup mewakilinya. I'm lost, jadi ingat lagu Michael Buble berjudul Lost, lagu merdu yang bisa meng-cure kan saya di saat seperti ini. Tapi sedang enggan untuk mendengarnya malam ini.
Mungkin cukup sampai di situ berkeluh kesahnya. Oh ya, jadi ingat, tahun ini saya amat sangat sering mengeluh. Ada masalah sedikit, ngeluh. Ada tugas sedikit susah, ngeluh. Sakit, ngeluh. Semua saya lampiaskan dengan mengeluh. Dan mulai detik ini, saya akan mencoba untuk tidak mengeluh. Tapi apa mungkin dengan memendamnya maka semua akan beres dan keluhan musnah? Entahlah. Otak ini sedang agak buntu untuk bisa berpikir, hati ini sudah lelah berjanji, dan jiwa ini agak malas bersaksi. Ohh,, God,,
Resolusi untuk tahun depan?
entahlah. Saya hanya ingin berhenti berlakon menjadi orang lain yang selalu menganggap semuanya seolah2 baik2 saja. Saya ingin berhenti mengeluh dan berusaha tegar menghadapi akibat dari 'salah langkah' saya di masa lalu. Dan tersenyum. Yeahh,, menarik ujung2 bibir kadang tak semudah seperti kita menarik seutas benang. Sebuah senyuman yang tulus selalu berawal dari hati yang tulus. Maka saya akan mulai belajar tersenyum dengan tulus, untuk diri sendiri, untuk orang lain, dan untuk kehidupan saya. Berhenti memaki dan berusaha untuk tidak terus2an melihat kaca spion karena layaknya sebuah kendaraan, kalau terus melihat kaca spion maka pasti akan menabrak hal di depannya. Dan saya tidak mau itu terjadi. Mencegah hal buruk terjadi adalah tugas kita dengan mengendalikan pikiran. I won't let my mind control me...again. Melihat lurus ke depan dan sesekali tengoklah belakang jika perlu. Kembangkan senyum dan sambut hari baru karena kita hidup untuk masa depan dan sekarang, bukan masa lalu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar