
Marriage. This word keeps running through my head. Yeah, trust me :P
I ate too much this night. Saya pun ga tau harus dengan cara apa untuk bisa membakar lemak dan menebus dosa-dosa ini. Yang pasti, nyaris seharian ini saya diliputi pikiran seputar pernikahan. Ya, menikah, pernikahan. Tidak ada yang salah dengan itu semua. Yang salah adalah diri saya ini. Oke, mulai ngaco pembahasannya *efek lemak*
Malam ini saya makan sepiring nasi dengan tuna balado, capcay, tahu semua, setengah sendok sambal terasi, dan kerupuk kampung. Beberapa menit kemudian, saya menggoreng empat buah nugget dan sepotong sosis sapi lalu melahapnya dengan beberapa sendok nasi. Tidak hanya itu. Sekitar setengah jam kemudian, bundo pulang membawa satu box kue basah dan camilan dari Monami. Sepotong pastel pun mendarat dengan mulus di lambung. Ternyata masih belum selesai. Dari kantong ajaib bundo, masih ada satu box KFC plus kentang dan saya pun tergoda untuk melahapnya. Baru saja selesai mengunyah kentang, bundo keluar kamar dan berkata,"Nih, lupa, ada brownies sama bolu." Oke, tanpa melihat dan berlama2, saya simpan bolu2 itu di kulkas. Saya pun merasa aman setelahnya.
Bukan soal apa yang saya makan dan apa yang terjadi malam ini yang ingin saya tulis melainkan yang ada di otak saya nyaris seharian ini.
Setelah makan malam, tiba2 cincin di jemari manis saya terjatuh. Cincin-yang-dari-jauh-terlihat-seperti-cincin-emas-putih-tapi-nyatanya-bukan. Ini cincin biasa yang memiliki arti luar biasa. Saya jadi ingat, suatu waktu, saat lagi nunggu bookingan tempat makan bareng orang kantor, cincin saya menarik salah seorang yang termuda diantara mereka, Tyo. Dengan polosnya, Tyo yang duduk di dekat saya sore itu nanya,"Lo udah nikah, Riz?" Matanya menyorot cincin yang melingkar di jari manis tangan kiri saya. Saya tertawa kecil,"Kalau nikah mah, cincinnya di sebelah kanan, Yo." Dia langsung nyaut,"Terus kalo di kiri apa dong? Tunangan?" Belum sempat saya menjawab, mbak2 pelayan dan kawan2nya sudah terlebih dulu datang.
Belum lagi obrolan saya dan Pie2 tadi siang. Ternyata ada satu dan lain hal yang membuat bundo belum bisa melepas saya untuk menikah. Satu alasan yang paling utama, yaitu saya belum dewasa. Dalam konteks ini, dewasa bisa memiliki arti yang luas. Dalam otak saya, definisi dewasa disini berarti saya masih seorang anak sulung yang manja dan terlihat belum bisa mandiri karena sering plonga-plongo sendiri, dimanapun, kapanpun, sedang apapun itu. Dan ya, itulah saya.
Sebuah pertanyaan pun mencuat dari dalam diri ini.
Am I ready for this?
Apakah saya sudah siap menikah? Apakah saya sudah siap menjadi seorang istri dan pendamping hidup seutuhnya? Apakah saya sudah bisa mandiri dan mengurus rumah tangga sendiri tanpa campur tangan orang lain walaupun itu orang tua sendiri? Apakah saya siap punya anak? Apakah saya siap bangun Subuh untuk menyiapkan sarapan bumbu cinta untuk suami? *agak lebay yang terakhir* nyehehehee
Mereka (keluarga saya-bundo, kakek, dan nenek) terlalu khawatir terhadap saya ke depannya. Tapi lama kelamaan kekhawatiran mereka merambah ke dalam diri saya sehingga saya menjadi ikutan khawatir dan tidak fokus. Tapi balik lagi, hidup adalah soal pembelajaran. Untuk tahu kita mampu atau tidak melewati satu fase dalam hidup, bukankah kita harus melewatinya? Menjalaninya dan mengambil segala hal dan pelajaran yang ada di dalammnya?
Dan bukan bermaksud untuk coba-coba atau nekat. Biarpun kelihatannya saya super duper cuek dan abstrak dalam menjalani hidup sendiri, saya punya banyak rencana untuk hidup saya 1 bulan ke depan, 1 tahun ke depan, bahkan 10 tahun ke depan, mungkin :p Biarpun kelihatannya saya nyeleneh dan ga peduli sama hal2 di sekitar, tapi jauh di dalam lubuk hati, saya tidak pernah tidak peduli ataupun penasaran dengan hal-hal yang ada di sekitar saya. Tapi, apakah saya siap dengan semuanya? Maksud saya, siap dengan semua pertentangan yang mungkin ada? Baik dari dalam maupun dari luar.
Siap tidak siap. Ditentang ataupun tidak, saya tetap teguh pada pendirian dan terus berdo'a. Niat baik selalu ada jalannya, insyaAllah, dan saya percaya itu. Asal kamu tetap ada disisiku, honeydut :*